Sorang anak berlari kesana-kemari nggak ada capeknya, perilakunya susah diarahkan oleh sang guru di dalam kelas, tidak mau belajar bahkan memegang pensilpun tak mau. Bicaranya belum normal sangat jauh dengan kemampuan bicara anak seusianya. Dia tidak mau mengikuti pelajaran di sekolah, nilainya anjlok amburadul, sehingga disekolah oleh guru dan teman-temannya dia dicap sebagai anak bodoh, tinggal kelas. Tidak hanya itu hobinya bermain pasir, tidak ada capeknya menuang-nuang kedalam gelas-botol (repetitif). Mainannya dimainkan secara tidak lazim, misalnya sepeda bukannya dinaiki malah dia sibuk tiduran dibawah sepeda memperhatikan roda yang berputar. Orang tuanyapun merasa kuatir dan membawanya ke psikolog, DSA, dan orthopedagog.
JLLeeBBB, sang anak mendapat diagnosa autis ringan. Sang anakpun menjalani terapi ini-itu untuk meningkatkan kemampuan bicaranya, memperbaik konsentrasnya, mengendalikan perlakunya. Lima tahun kemudian sang anak sudah bisa bicara, bergaul dengan teman-temannya dan sudah sembuh dari autisnya. Amazing !!
Tapi tahukah anda? autisme adalah long live disorder, tidak bisa disembuhkan, yang bsa dilakukan hanya mengendalikan untuk bisa berperilaku se”normal” mungkin. Lantas cerita tadi? Besar kemungkinan sang anak mengalami salah dagnosis. Saya tidak ngawur lho… Cerita diatas kurang lebihnya saya dapat dari sebuah buku luar biasa (menurut saya sih) yang berjudul “Anakku Terlambat Bicara” kaya Julia Maria Van Tiel. Menariknya buku ini adalah selain mengetengahkan berbagai konsep dan teori psikologi, dikarenakan penulis adalah ibu dari seorang anak Gifted yang mengalami disinkronitas, sehingga ada ratusan kejadian yang ditulisnya yang dilalui bersama anaknya. Hal ini tentunya bagi saya yang awam dengan ilmu psikologi membuat saya lebih mudah mencerna apa maksudnya dibanding ketika saya disuguhi istilah-istilah psikologi yang membuat saya bingung. Tak henti-hentinya pujian kuucapkan pada kebesaranNYA, Sang Pencipta yang menciptakan milayaran manusia dengan segala keunikannya. Buku ini membahas, salah satu jenis ciptaan ALLAH yang disebut GIFTED/TALENTED atau kita di Indonesia menyebutnya TALENTA atau BERBAKAT.
Definisi Anak Gifted adalah anak yang memiliki IQ > 130 skala Wechsler, kreatif & memiliki motivasi serta komitmen tugas yg tinggi (Renzulli 1978). Meski secara genetik AG telah mewarisi potensi istimewa namun di awal pertumbuhannya seringkali mengalami disinkronitas diantaranya keterlambatan bicara dan menunjukkan sindrom semu menyerupai penyandang ADD/ADHD, Autis maupun Asperger. Karenanya tak jarang terjadi kesalahan diagnosa pada Anak Gifted hingga mereka mendapatkan penangana sesuai pelabelan yang diberikan.
Dari grafik diatas, diketahui prosentase anak Gisted diperkirakan 2% dari populasi. Artinya, jika penduduk dunia sekarang adalah 7,2 Milliar maka 2%nya adalah sebanyak 144 juta juwa memiliki potensi gifted. Dan dengan penduduk Indonesia saat ini 300 juta maka 2%nya adalah sebanyak 6 juta anak memiliki potensi gifted. Dan itu bisa jadi ada disekitar anda, saudara, anak atau bahkan anda sendiri.
Ada enam tipe anak gifted (dibuku ini tidak dijelaskan, tapi banyak sekali sumber terpercaya yang membahasnya, bahkan saya tahu juga dari penulis ketika posting di forum gifted), untuk lengkapnya silahkan baca disini.
Type I
The Successful
Perhaps as many as 90% of identified gifted students in school programs are Type I’s. Children who demonstrate the behavior, feelings, and needs classified as Type I’s have learned the system. They have listened closely to their parents and teachers. After discovering what “sells” at home and at school, they begin to display appropriate behavior. They learn well and are able to score high on achievement tests and tests of intelligence. As a result, they are usually identified for placement in programs for the gifted. Rarely do they exhibit behavior problems because they are eager for approval from teachers, parents and other adults.Type II
The Challenging
Type II’s are the divergently gifted. Many school systems fail to identify Type II gifted children for programs unless the programs have been in place at least five years and substantial inservicing has been done with teachers. Type II’s typically possess a high degree of creativity and may appear to be obstinate, tactless, or sarcastic. They often question authority and may challenge the teacher in front of the class. They do not conform to the system, and they have not learned to use it to their advantage. They receive little recognition and few rewards or honors. Their interactions at school and at home often involve conflict.Type III
The Underground
The Type III gifted child is known as “the underground gifted.” Generally, these are middle school females although males may also want to hide their giftedness. If a gifted boy goes underground, it tends to happen later, in high school, and typically in response to the pressure to participate in athletics.In general, Type III’s are gifted girls whose belonging needs rise dramatically in middle school (Kerr, 1985). They begin to deny their talent in order to feel more included with a non-gifted peer group. Students who are highly motivated and intensely interested in academic or creative pursuits may undergo an apparently sudden radical transformation, losing all interest in previous passions. Type III’s frequently feel insecure and anxious. Their changing needs are often in conflict with the expectations of teachers and parents. All too often, adults react to them in ways that only increase their resistance and denial. There is a tendency to push these children, to insist that they continue with their educational program no matter how they feel. Type Ill’s often seem to benefit from being accepted as they are at the time.
Type IV
The Dropouts
Type IV gifted students are angry. They are angry with adults and with themselves because the system has not met their needs for many years and they feel rejected. They may express this anger by acting depressed and withdrawn or by acting out and responding defensively. Frequently, Type IV’s have interests that lie outside the realm of the regular school curriculum and they fail to receive support and affirmation for their talent and interest in these unusual areas. School seems irrelevant and perhaps hostile to them. For the most part, Type IV’s are high school students, although occasionally there may be an elementary student who attends school sporadically or only on certain days and has in essence “dropped out” emotionally and mentally if not physically.Type V
The Double-Labeled
Type V refers to gifted children who are physically or emotionally handicapped in some way, or who have learning disabilities. The vast majority of gifted programs do not identify these children, nor do they offer differentiated programming that addresses and integrates their special needs. Fortunately, research on the effective identification of these children has been promising, and suggestions do exist for ways to provide programming alternatives (Daniels, 1983; Fox, Brody, & Tobin, 1983; Gunderson, Maesch, & Rees, 1988; Maker, 1977; and Whitmore & Maker, 1985).TYPE VI
The Autonomous Learner
The Type VI gifted child is the autonomous learner. Few gifted children demonstrate this style at a very early age although parents may see evidence of the style at home. Like the Type I’s, these students have learned to work effectively in the school system. However, unlike the Type I’s who strive to do as little as possible, Type VI’s have learned to use the system to create new opportunities for themselves. They do not work for the system; they make the system work for them. Type VI’s have strong, positive self-concepts because their needs are being met; they are successful, and they receive positive attention and support for their accomplishments as well as for who they are. They are well respected by adults and peers and frequently serve in some leadership capacity within their school or community.
Membaca ini anda akan tahu, Anak gifted atau berbakat tidak hanya mereka yang sedari kecil memukau dengan segala kehebatan dan kecerdasannya (tipe I dan VI). Tapi masih ada tipe II, III, IV dan V, mereka anak-anak gifted yang susah untuk terdeteksi karena dianggap “aneh” oleh masyarakat umum. Mereka mengalami disinkronitas perkembangan (unggul disatu bentuk perkembangan namun tertinggal di perkembangan yang lain), mengalami lompatan perkembangan (pola perkembangannya tidak berurutan seperti anak umum). Sehingga sering terjadi missjudgment dan missdiagnosa yang ujung-ujungnya adalah misstherapy, missrehabilitation.
Bayangkan ketika seorang anak gifted (dengan segala potensinya) terdiagnosa autisme atau ADD/ADHD dan harus menjalani terapi ini-itu, diet makanan, dan berapa banyak finansial, emosi dan tenaga yang dikeluarkan orang tua terbuang percuma. Tidak hanya itu, yang paling menyedihkan adalah hilangnya potensi kegifted-annya dikarenakan anak “dipaksa” untuk berperilaku se”normal” mungkin. Anda tahu einstein? thomas Alfa Edison?silahkan baca cerita masa kecil mereka disini.
Sering sekali diagnosa autis adalah terlambat bicara dan melakukan pekerjaan berulang-ulang (repetitif), tapi harus dibedakan, bahwa repetitif pada anak autis tidak memiliki makna, sedangkan pada anak gifted repetitif dilakukan se bagai rangkaian percobaan karena rasa ingin tahu yang tinggi (observasi).
Sayangnya tidak mudah untuk menemukan psikolog abak berbakat yang memahami anak-anak gifted semacam ini, terlebuh lagi fenomena ini adalah fenomena yang belum lama dipelajari dan masih sedikit peminatnya.
Aah, masih banyak yang ingin saya tulis tentang anak gifted dan fenomenanya, tapi rasanya tak sanggup untuk menuangkan semua disini. Jika anda tertarik , silahkan mempelajarinya lebih mendalam, Atau jika melihat perkembangan buah hati yang tidak seperti perkembangan anak pada umumnya jangan buru-buru melabelinya dengan sebutan-sebutan yang bisa menghancurkan mental anak dan anda sendiri, karena hal itu akan sangat membebani dan berpengaruh pada langkah anda mendidiknya di kemudian hari. Carilah diagnosa pembanding, cari ilmunya, bukankan sekarang kita diberi kemudahan dengan adanya teknologi komputer dan internet?
Untuk selanjutnya, saya akan membaca buku lanjutannya “Pendidikan Anakku Terlambat Bicara” karya penulis yang sama, Julia Maria Van Tiel. Kenapa saya tertarik dengan tema ini? InsyaaALLAH akan saya tulis dipostingan saya selanjut nya.
Discussion
No comments yet.