//
you're reading...
Uncategorized

Melahirkan Anak Ketujuh

“Tanggal 29, mules gak mules ibu harus ke Rumah sakit, bayi harus dikeluarkan, ini saya buatkan surat rekomendasi”.

Waktu itu tanggal 23 mei, periksa kehamilan terakhir yg disinyalir sebagi HPL. Karena belum ada kontraksi macam-macam, maka saya disarankan untuk tes denyut jantung bayi selain USG. Alhamdulillah ketuban jernih dan denyut jantung normal, bayi masih aktif.

Maka dokter berani memberi tenggat waktu hingga tanggal 29 mei. Namun hingga deadline tiba belum ada tanda-tanda kontraksi. Padahal senam hamil sudah, jalan sudah, di rumah juga muteeer aja kayak kipas angin kesambet NOS, lari keliling GBK aja yang belum. Siapa tahu ketemu bang Sandi #ciyeee…

Pengalaman melahirkan keenam kakaknya memang selalu lewat HPL, dan lahir pas deadline yg diberi. Pada betah di perut sepertinya. Dunia memang panas nak, apalagi kalo musim pilpres ????

Bahkan H-2 ngurus simcard ke xl center di jalan Margonda karena hape hilang, gak mau dianter yayang, naik angkot, banyak jalannya trus mampir ke pasar kemiri belanja sayur dan teman-temannya buat stok selama lahiran. Ransel dan tangan kanan kiri full belanjaan.

Sejak H-1 senamnya berubah, guglingnya senam untuk merangsang kontraksi lahiran. Gerakannya bikin ngilu, squat jump, jongkok, jinjit pokoknya seputaran pinggang ke bawah dikerjain habis.

Tibalah hari itu, tanggal 29, dedek bayi masih santai di pantai selow di pulow sambil makan bakpow dan baksow. Nggak ada kontraksi sama sekali. Pukul 10 pagi wa bu dokter dan tetap dianjurkan datang ke rumah sakit langsung ke ruang bersalin. Aku masih nego kali aja ke poli kandungan dulu, dan bisa molor lagi hari lahirannya.

Eeh, nggak dibolehin, mungkin karena pengalaman anak kedua ketuban keruh dan bayi lemes hingga harus diinduksi. FYI, dari anak kedua hingga ketujuh ini, dokter obgynnya sama, sudah kayak teman becandanya. “Sampai jumpa tahun depan ya bu” guraunya ketika visit habis lahiran anak keenam. Eeh, ndilalah, beneran gak sampek setahun kemudian saya ketok ruangannya, kayak dikode kami bertiga (saya, suami dan dokter) ngakak bareng. Ngakak yang penuh makna “hamil lagi loe”

Seharian itu aku senam, utinya yang sudah datang sejak H-2 sampek ngilu lihatnya, “sudah ke rumah sakit saja, lha wong gak mules gitu”. Wakakakk… the name also effort ti, namanya juga usaha ti????

Hari itu bertepatan dengan 24 Ramadhan, aku sengaja tidak puasa hari itu, untuk menjaga stamina. Akhirnya jam 4 sore diantar suami ke rumah sakit.

Alhamdulillah dicek sudah bukaan tiga, tapi koq gak ada rasanya ya? Konon katanya karena kondisi rahimku yg sudah melar karena sering melahirkan menyebabkan kontraksinya kurang berasa. Teman kata urat syarafnya sudah dol..

Besar harapanku bisa lahiran normal malam ini. Di rumah sakit aku jalan terus, keliling ruang bersalin dengan harapan merangsang kontraksi. Tapi hingga jam 7 malam bukaan nggak nambah. Aku jadi galau, teringat anak-anak di rumah. Jika aku lahiran malam ini, in syaa Allah besok bisa pulang. Tapi jika lahiran besok kemungkinan aku baru pulang lusa. Begitu pertimbanganku . Padahal uti lusa pagi harus kembali ke Bandung dengan kereta pagi.

*******

Yup, salah satu yang bikin galau lahiran kali ini adalah siapa yang jaga anak-anakku di rumah. Mbahbuk (ibuku)  yang biasanya selalu hadir di tiap lahiranku, tidak bisa datang karena manasik haji. Sedangkan uti (mama mertua) tidak bisa datang karena kung sedang sakit.

Akhirnya bikin plan A, jika memungkinkan anak-anak di rumah sama khadimah, plus mantan khadimah aku minta tolong bantu-bantu takut gak kepegan . Namanya bocah kalo pas anteng ya anteng, kalo pas berisik rumah bak meteor garden.

Plan B, bawa semua anak ke rumah sakit, yg tentunya harus pake kamar yg gede it means duwek maneh-duwek maneh #emakmatre. ???? Plus jangan harap bisa tidur lelap habis lahiran kalo krucil pada ngumpul. Padahal habis lahiran, hayati lelah bang.

Jangan ditanya teman-temanku, mereka pada rebutan mau momong anak-anak. Ada yg mau bawa yg perempuan, ada yang mau bawa yang laki, ada yang mau bawa faruq yg masih kecil, ada yang mau bawa lanang yang bawel. Eiits, tidak semudah itu maria marcedes de la vega, kalo mau bawa harus bawa semuanya, sepaket, demi keamanan dan kestabilan dunia peranakan. Dan semua langsung nyerah, wakakakka…. enam anak gitu ????. I love you all fillah deh pokoknya ????

Daaan… qodarullah, uti datang H-2, gak tega sama putu-putunya kalo dititipin ke orang. Huuhuu maaf ya kung, dikalahin sama putu-putunya. Syafahullah syifaan ‘ajiilan.

*******

Akhirnya kami putuskan induksi jam setengah 8 malam. Satu jam berlalu alhamdulillah bukaan bertambah meski kontraksi masih semriwing, masih bisa ngabisin jatah makan malam dari rumah sakit dan ngincipin makanan yg dibeli suami, hehhe… Jam setengah 9 kontraksi makin berasa, sudah mulai meringis cantik, “saiki ma? (Sekarang ma?) ” tanya suami, “sek, iki durung opo-opo (entar, ini belum apa-apa) “.

Jam 9, kontraksi mulai masif, jangan ditanya sakitnya, yg pasti lebih sakit dari sakit gigi apalagi patah hati. Tulang punggung berasa diperas, dan aku menggigil dalam keringat dingin. Selalu begini sakitnya induksi. Hanya kali ini mungkin staminaku tak sekuat dulu. Keringat dingin, menggigil, gemetar.

Suami memanggil suster, setelah diperiksa alhamdulillah bukaan sembilan. Aku masih harus menahan diri untuk mengejan. “Belum waktunya, sabaaarr”. Kusebut namaNya, dzat yang menjadikan bayi dalam rahimku. “Kau izinkan dia bersemayam di rahimku, Kau juga yang akan mengeluarkannya”.

Kurleb jam setengah 10 malam, lahirlah Katniss Nur Ramadhan Candramaya dengan BB/PB 3, 5kg/50cm.

FB_IMG_1579131298103

Dan setelah prosesi jahitan selesai, hal pertama yang aku tanyakan adalah, “Besok boleh pulang kan?”.

Discussion

No comments yet.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


7 + three =