Dibawah ini adalah tulisan dari mas Tangguh, Xandra dan Xandria (urut dari kiri ke kanan).
Bukan bermaksud pamer, lagian apa juga yang mau dipamerian. hahaha… banyak anak seumurannya yang jauh lebih ekspert menulis, menggambar, membaca dan berhitungnya.
Bukan… bukan itu yang mau saya tonjolkan. Saya hanya ingin bercerita tentang sebuah proses dari tiga anak manusia untuk bisa sampai ke titik ini (mau menulis dengan cara dan usia yang berbeda).
Mas Tangguh (7yo 5mo) yang baru mau menulis, surprise juga dengan saya dengan hasilnya. Yang tengah tulisan Xandra yang memang tipenya easy going, suka-suka bentuk tulisannya, tapi unggul di prakarya. Dan yang sebelah kanan tulisan Xandria dengan sifat perfeksionisnya, maunya harus benar-benar sama kayak tulisan asli.
Mas Tangguh sendiri baru mau dengan sukarela memegang pulpen. Pernah dipaksa yang ada pada potek mata pensilnya, wakakak… Ceritanya emak gak sabar, lihat anak-anak seumurannya sudah pada gambar dan nulis, yang ini masih main lego aja.
Akhirnya emak cooling down, mencari akar masalah. Baca beberapa artikel tentang menulis pada anak-anak, sekaligus tumbuh kembang anak. Baru tahu, ternyata untuk menulis butuh kemampuan sensoris dan motorik tertentu.
Secara umum, ketika anak ngelitis (berulah dengan tangan mereka, pegang ini-itu, numpuk ini-itu, gak peduli kotor, lengket, basah) saat itulah mereka sedang melatih sensoris-motoriknya. Dan ini sangat membantu kemampuan menulis anak. Tapi pada beberapa anak, perlu latihan tersendiri, seperti mas Tangguh yang gampang jijikan pegang ini-itu.
Maka sebelum belajar menulis, mas Tangguh harus belajar pegang ini-itu. Pegang adonan kue, pegang gorengan, makan nasi pake tangan, mainan mini lego yang uwimut-uwimut, dan lain-lain.
Iihh… hari gini, kan ada komputer, tinggal pencet-pencet keyboard kan bisa. Gak perlu juga kemampuan menulis pake pensil. Percayalah, saya juga dulu mikirnya kayak gitu. Tapi setelah belajar lagi, ternyata menulis tangan punya beberapa manfaat dibanding mengetik.
Diantara melatih koordinasi tangan dan otak, menulis tangan menguatkan memori dan hafalan. Silahkan browsing sendiri ?
Alhamdulillah, sepekan belajar menulis, meski dengan posisi pegang bulpen yang lucu, mas Tangguh mau istiqomah menulis selain membaca.
Tapi pliss, sekali lagi jangan dibayangkan prosesnya mudah dan lempeng-lempeng saja. Berbeda dengan adek-adeknya, X2, yang sejak 3 tahun sdh mewarnai, coret-coret, gunting-gunting, minta dibacain buku. Mas Tangguh sama sekali tidak tertarik dengan itu semua.
Emak sampai berasa kehilangan akal, “kapan kamu mau le?”. Sambil berharap penuh kepada Dzat yang Maha Sempurna.
Buat menentramkan jiwa, emak harus banyak-banyak bersyukur dan flashback lagi, bukankah memang setiap individu itu khas? dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Balik lagi, bukankah dulu niat nggak nyekolahin anak di institusi pendidikan formal salah satu alasannya agar mereka dihargai perbedaannya?.
Bahkan diajak baca barengpun gak mau, sementara yang lain, begitu emak baca buku langsung ngeruntel di ketek kanan-kiri, atas kepala dan perut.
“Mama aku mau ke bandung, ke rumah uti” hingga suatu hari dia meminta ke saya. Padahal kita baru pulang dari bandung saat idul adha kemaren. Tapi dia kekeh pengen ke Bandung, sendiri. Emak hanya memberi tahu untuk sampai di suatu tempat kita harus tahu dan baca rambu di sepanjang jalan, agar tidak kesasar.
“ya udah, aku mau (belajar) baca”, emak langsung semangat 45, dam sejak hari itu mas Tangguh rutin belajar membaca.
Jika adek-adeknya antusias dengan huruf-huruf alfabet yang ditempel ditembok, mas Tangguh sama sekali tidak tertarik.
Maka metode membacanyapun saya kemas lebih praktis buat mas Tangguh. Dimulai dari a i u e o, kemudian ba bi bu be bo sampai za zi zu ze zi. Perhari satu konsonan (dengan 5 vokal) dan varian kata yang saya ambil dari huruf yang sudah dipelajari.
Begitu juga untuk huruf mati, ab ib ub eb ob sampai az iz uz ez oz, beserta varian kata bentukannya. Jangan lupa dilagukan kayak lagu lama jaman kita (kita? gue aja kalee) kecil, a i u e o, aa ii uu eo.
Tak sampai dua bulan, mas Tangguh sudah bosan, gak mau belajar semacam itu lagi. Langsung emak ambil buku yang mungkin dia suka, dan mulai membaca perkata, perkalimat hingga satu buku yang memang gedean gambarnya, satu kalimat per halaman. hahahaa… Alhamdulillah.
Dosis membacanyapun dinaikkan, satu alenia dia baca dulu baru kemudian mama lanjut cerita.
Dan, Alhamdulillah… seiring belajar membaca, mas Tangguh juga sudah mulai suka membaca buku, dan membaca tulisan sepanjang jalan saat kami bepergian.
Semoga tetap istiqomah, dan saat iqro’mu sudah selesai dan beranjak ke Al-Quran, kita bisa ngaji dan baca terjemahannya bersama.
Discussion
No comments yet.