//
you're reading...
Home Education

HOMESCHOOLING “Behind The Sences”

“Beberapa dari kita prihatin akan fenomena pendidikan sekarang, kurikulum yang padat, mahal tak terjangkau, tidak memprioritaskan moral (tawuran, bocoran UN) dan lain-lain. Yup.. sebagi ibu, saya juga prihatin, tapi apa cukup sampai disini??. Tulisan ini merupakan rangkuman saya, atau lebih tepatnya sudut pandang saya tentang pendidikan dan Homeschooling itu sendiri, setelah mengikuti seminar HS “menimbang dan mempersiapkan Homeschooling” yang diadakan tanggal 12 Februari 2011. Hanya sebagai wacana dan tidak ada maksud untuk merendahkan sistem pendidikan yang lain, karena semua keberadaannya diakui dan diatur dalam Undang-Undang. Keputusan mutlak ditangan tiap individu untuk menentukan sistem pendidikan seperti apa yang akan anda jalankan untuk anak anda. just because sharing is giving “

 

Homeschooling/HomeEducation

Arti harfiahnya sekolah rumah yaitu: model pendidikan dimana keluarga memilih bertanggung jawab sendiri atas proses pendidikan yang dijalani anak-anaknya. Orang tua dapat memilih apakah menyelenggarakan sendiri proses HS/HE, atau menggunakan bantuan dari lembaga lain (Komunitas HS). HS sendiri keberadaannya diakui dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Terdapat banyak metode, bisa school at home (sangat terstruktur) atau unschooling (tidak terstrukutr) dimana ijasah bisa di dapat dar ujian persamaan baik nasional maupun internasional, bahkan sedemikian fleksibelnya, tidak berijasahpun tidak apa-apa., hehe.. 😀

 

OK, sampai disitu saja teorinya.. sebenarnya ada banyak teori dan metode yang dijelaskan.. Tapi, semakin banyak saya menulis teori, semakin tidak bernyawa tulisan saya dan semakin tidak berguna. Karena pada prinsipnya HS itu praktek, just do it!! right now!! as u can!!

 

“Behind The Sences”

Mengapa kami memilih HS? bahkan salah satu nenek kak liv pun pernah bertanya: Kenapa lIv g sekolah? apa g punya uang??.. sedemikian takutnya jika cucunya tidak mendapat pendidikan formal. Mau jadi apa nanti kalo g sekolah? dan lain-lain pertanyaan dilontarkan sebagi bentuk kasih sayang yang teramat sangat buat cucunya.. hehe..

dan….

saya bukan satu-satunya.. sungguh beruntung, karena orang tua kami memberi kebebasan kami mau dikemanakan anak-anak kami 🙂

 

Zaman sudah berubah..

Jika duluuuu menjadikan anaknya sebagai pegawai negeri adalah impian semua orang tua karena dengan begitu kehidupan hari tua terjamin dengan adanya dana pensiun. Paradigma ini kemudian beralih dengan anggapan menjadi  pegawai BUMN, PMA dengan gaji lebih besar dari PN memberi iming-iming tersendiri, toh soal pensiun ada Tabungan asuransi dan lain-lain.

Seiring berkembangnya jaman, sekarang menjadi artis dan penyanyi (mereka bilang pekerja seni??) jauh lebih

menarik.

Dan…

Zaman akan terus berjalan..

Ibu inez (salah satu pembicara) mengungkapkan, pekerjaan yang menjadi top5 ditahun 2000 kini tak lagi menjadi favorit di tahun 2010. Ada puluhan profesi yang sepuluh tahun lalu itu tidak ada, justru kini sangat dibutuhkan.. programer, web designer, pekerja kreatif, security cyber adalah salah satu contohnya.

Jadi untuk apa anak kita jejali dengan pengetahuan dan pelajaran yg mohon maaf, kalo boleh saya sebut sdh usang dan tidak dipakai lagi ??

“Kita tidak pernah mengetahui  pengetahuan apa yang paling dibutuhkan di masa datang, adalah hal yang tak masuk akal untuk mengajarkannya di depan. Sebaliknya, yang perlu diajarkan adalah agar anak-anak mencintai belajat dan memiliki ketrampilan belajar dengan baik sehingga mereka dapat belajar apapun yang dibutuhkan untuk dipelajarinya (John Holt)

Ya.. menumbuhkan minat membaca dan belajar (curiosity)apa saja itu jauh lebih penting daripada menyuruh anak mempelajari teori-teori yang belum tentu mereka butuhkan kelak. Tidak jarang kita temui, anak yang sudah bisa membaca, tapi males banget kalo di suruh baca . Lalu untuk apa kemampuannya itu?? Jika kita adalah manusia untuk zaman ini (sekarang), maka anak-anak adalah manusia untuk zamannya (masa depan)

.

Saya sering mendengar keluhan dari ibu-ibu sekitar rumah, tentang beratnya kurikulum sekolah sekarang, hal ini otomatis menyusahkan orang tua juga, karena PR yang harus dikerjakan tiap hari dan tiap mata pelajaran. Dulu saya berpikir, dengan PR anak akan lebih paham, dan orang tua akan menjadi lebih perhatian terhadap anaknya. Sedemikian banyak mata pelajaran yang saya  jalani dari TK-SD-MTs-SMA-Kuliah, jujur saja ada banyak yang tidak terpakai (tanpa menafikan ada beberapa ilmu juga yang sangat bermanfaat). Seorang teman berkata kepada saya:  “Ah.. itu sih karena kamu ngendon di rumah, macak-manak-masak”. Saya juga berpikir begitu.. saya diskusikan dengan suami, dia bilang, dia sendiri yang pernah kerja di kampus, perusahaan  manufaktur, telekomunikasi dan pernah bekerja di luar-pun, merasa bahwa banyak ilmu yang kalo boleh dibilang mubadzir. Ilmu lebih banyak didapat sebagai hasil interaksi dengan kehidupan. Apa yang dia butuh, dia pelajari.

“Yang kita butuhkan bukan kurikulum yang lebih baik, tapi materi belajar yang dekat dengan dunia nyata (john Holt)”

 

Saya juga tidak menyalahkan sekolah sebagai public education, sekolah memang didesain untuk umum, untuk kebanyakan orang. Dalam artian, jika anak anda sedikit atau berbeda dengan kondisi mayoritas, maka besar kemungkinan anak anda tidak terlayani dengan baik.  Misalnya, jika anak anda tipe auditorial, suka yang berbau logika, maka sekolah umum mungkin  tidak akan memberatkannya. tapi jika anak anda tipe kinestetik, tidak bisa diam, maka sekolah umum akan tearasa berat untuknya. Bahkan jika anak anda adalah anak jenius, maka sekolah tidak bisa memaksimalkan potensinya.

 

Manusia memiliki ragam kecerdasan yang berbeda. Sekolah sangat mengakomodir anak yang memiliki keserdasan matematika (logic smart). Sementara anak yang memiliki kecerdasan lain, seperti musik, berbahasa, menggambar, berorganisasi, olah raga tidak terakomodir dengan baik. Keberadaan Ekstrakurikuler yang menampung berbagai kecerdasan anak pun, tidak memberi nilai tambah tersendiri buat anak di raportnya. Adik saya, disekolah aktif berorganisasi, ketua Computer Club, pandai programing tapi nilai untuk pelajaran matematika dan IPAnya kacau. Sehingga untuk masuk kelas IPA pun dia kesulitan, ada ragam tes yang harus dijalani.

 

Lalu, Bagaimana dengan Homeschooling?

Jangan pernah berfikir, bahwa akan sangat sulit mendidik anak di rumah. Ingat, kita sudah bisa mengajarinya (mengeluarkan potensinya) sehingga anak bisa duduk, berdiri, jalan, lari, makan sendiri, berbicara, sopan- santun dan lain-lain. Dan saat itu anak masih bayi atau balita. Apalagi jika anak sudah besar, insyaAllah kita kan lebih bisa lagi, asal tahu bagaimna caranya.

Ilmu bukan hanya didapat dari guru dan orang tua, Ilmu dapat diperoleh dimana saja, kapan saja, melalui berbagai media. Karena aat ini, pendidikan tak lagi konvensional.

 

Dengan adanya teknologi internet, jarak sdh bukan menjadi masalah. Anak dapat belajar fosil bukan dari buku lagi, karena semua bahan tersedia di internet, dan anak dapat bertanya langsung, bukan kepada orang tua atau guru, tp pada pakar/ahli /profesor di bidang arkeologi dari universitas di belahan bumi lain.

Yang kita harus lakukan adalah menumbuhkan sikap mandiri dalam belajar, belajar bukan untuk ujian, belajar bukan untuk nilai, tapi belajar karena butuh. Jangan pernah membayangkan, jika tidak ada guru, maka orang tua akan mendampingi anak terus menerus. Ketika mereka sudah mandiri, orang tua hanya memfasilitasi. memberi batasan-batasan nilai, dan memperhatikan.

 

Keuntungan lain adalah fleksibilitas dalam homeschooling. Anak tidak dikejar-kejar dengan tugas sekolah, les ini-itu yang kadang (atau bahkan sebagian besar) anak tidak butuh dan tidak menyukainya. Akan lebih efektif jika waktu anak digunakan untuk mempelajari apa yang dia butuh, dan apa yang dia suka. Karena pendidikan bukanlah transformasi (memberi) ilmu atau pengetahuan dari guru ke anak. Education atau educare artinya mengeluarkan, maksudnya mengeluarkan segala potensi anak, dan memupuknya sehingga berguna bagi anak dikemudian hari.

 

“Secara umum, guru/pengasuh terbaik tidak dapat menyamai orang tua bahkan bagi orang tua dengan pendidikan dan pengalaman yang biasa-biasa saja (DR. Raymond Moore)”

Dalam HS, anak adalah subjek pendidikan. Dia berperan aktif dalam proses pencarian ilmu. Hal-hal sederhana di rumah merupakan materi pendidikan yang berpengaruh besar terhadap anak.

Ketika saya memasak bersama kak liv di rumah, dia telah belajar menyebut jenis-jenis bumbu dan sayuran, menggolongkannya dalam berbagai jenis masakan. misalnya kalo mau masak sop isinya wortel, kentang, buncis dll. jenis dan varian sup pun bisa menjadi materi pembelajaran yang menarik.

 

Sebenarnya masih buwanyaakk lagi yang ingin saya bagi.. masih ada metode HS, Pendidikan Internasional dll. InsyaAllah bersambung..

 

Ketika sedang menulis ini, kak liv bertanya: mama ngetiknya banyak banget, buat apa sih??

Aku bilang: Mama pengen berbagi apa yang mama tahu, biarpun sedikit, siapa tahu ada yang butuh..

*Mudah-mudahan sekelumit obrolan tersebut bisa menjadi benih semangat berbaginya, dengan adik-adiknya, teman, keluarga dan masyarakat.

Discussion

No comments yet.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


4 × = twenty four