//
you're reading...
Home Education

Bukan karena kau, atau mereka nak..

Sering kali sebagai ibu rumah tangga, kita dihadapkan dengan suasana yang tidak mengenakkan hati kita. Diremehkan, dianggap pekerjaan yang tidak bonafid. Hai ibu, pernahkah ada yang berkata padamu: “Sayang sekali, susah-susah kuliah, sarjana kerjaannya cuma momong anak”. Seorang teman bercerita, dia selalu rangking satu dari SD hingga SMA dan kuliah di PTN favorit di propinsinya. Suatu ketika, guru SDnya bertamu ke rumahnya dan kaget begitu mengetahui muridnya yang dulu terbaik sekarang hanya menjadi seorang “ibu”.

Jika untuk bekerja di kator besar seseorang harus sarjana, mempunyai sertifikat ini-itu, mengapa untuk menjadi seorang ibu kita “eman” dengan semua itu? Tidakkah anak kita adalah “kantor” yang lebih bergengsi dari kantor manapun?

Begitu juga dalam hal mendidik anak, ada ungkapan mengatakan: Jika ada anak yang gagal, nakal maka yang ditanya adalah, “Ngapain aja sih ibunya?”. Tapi ketika si anak sukses, baik adakah yang mengatakan: “Subhanallah, sungguh hasil perjuangan ibu”. Atau jangan-jangan kita malah bilang:”Sekolah dimana? Siapa dulu dong (siapanya)?” GUBBRAAAKK..

http://milesstory.blogspot.com/

Tentunya tidak ada yang instan di dunia ini (lha mi instan aja kudu direbus :P), semua butuh proses, kadang naik kadang turun, kadang lancar, kadang seret, nikmati saja semuanya. Dan yang terpenting jangan sekali-kali mencari ridho selain ridhoNya. Bukan pujian dari handai taulan ketika melihat ada hal positif dari anak yang kita harapkan. Bukan imbalan dari anak ketika besar yang kita tunggu. Bukan imbalan sebutan ibu hebat yang kita nanti. tapi semata-mata mencari ridhoNya. Ada begitu banyak ibu dan ayah yang dikaruniai anak yang istimewa, yang berbeda dengan anak lain. maka imbalan apa yang diharapkan mereka selain imbalanNya? Atau singkatnya:

“Ikhlaslah bunda”

Kita adalah yang paling mengerti bagaimana anak kita. Seringkali karena dikritik tentang kekurangan anak-anak kita, kita malah jadi “panas”. Dan korbannya lagi-lagi anak, kita “karbit” sehingga cepat “matang” sesuai harapan orang. Sangat mungkin kritikan itu baik, tapi yakinlah, tetap kita yang paling tahu kondisi anak kita. Bagimana kejiwaan mereka, bagaimana teman-teman mereka, bagaimana mereka bergaul. Sehingga dalam hal tertentu, setiap anak tidak bisa disamakan perlakuannya. “Koq sudah TK belum bisa ngaji sih?” atau “segede ini belum bisa baca? si A aja udah”.

“Eits, jangan panas bunda”

Dengarkan setiap kritikan yang datang, jangan langsung mengkounter karena yang ada malah memanaskan suasana. Tersenyumlah, tarik nafas sedalam-dalamnya, hembuskan (jangan sampai tidak lho..). At least ini merupakan tanda bahwa masih ada yang perhatian dan sayang sama kita dan anak kita. Berbaiksangkalah, meski kita tahu bahwa yang datang bukan kritikan tapi celaan. Sekali lagi yang kita harap adalah ridhoNya. Jadikan setiap kritikan yang masuk sebagai penyemangat untuk lebih baik.

“Husnudhon saja”

Coba bertanya dalam hati dan jawab dengan jujur, sudahkah kita melaksanakan kewajiban kita sebaik-baiknya dalam mendidik titipanNya. Jangan menyalahkan keadaan, apapun dan siapapun. Sudahkah kita sepenuh hati dalam mendidiknya? Sudahkah kita menghadirkan mereka dalam doa-doa kita? Atau jangan-jangan hanya raga kita saja yag hadir, tapi pikiran dan hati kemana-mana.

“Jujur”

Tidak hanya perusahaan, anak juga selalu berkembang, dari zaman ke zaman. Apalagi zaman sekarang dan yang akan datang, jangan berpuas diri dengan pengetahuan yang sudah ada, upgrade pengetahuan, ikut seminar, baca buku, kumpul dengan teman yang sama-sama care. Bisa jadi yang kita anggap paling baik sekarang, ternyata kedepan metode itu sudah tidak ampuh lagi. Banyak hal yang bisa dilakukan seorang ibu di rumah untuk mengembangkan kemampuannya. Seorang teman sukses dengan bisnis bimbelnya di rumah.

“Upgrade Ilmu”

Jangan malu mengungkapkaan perasaan bunda.. Bunda juga manusia.. *ngerock habis.. 😀

*Based on true story..

Discussion

No comments yet.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


− three = 5