Seorang teman yang juga guru matematika bercerita, ada seorang siswa di sekolahnya yang mengidentikkan 1 (satu) itu dengan jari telunjuk, jika jari
kelingking bukan 1 (satu) namanya, sebuah pensil bukan satu namanya. Seorang temannya Liv sangat jago berhitung, selain di sekolah, dia juga belajar di bimbel matematika. Kemampuan berhitungnya luar biasa, dia bisa menghitung dengan cepat sekali. Iseng-iseng saya coba kasih soal cerita sederhana, dia bingung menjawabnya. Fenomena apa ini..??
Dikarenakan tuntutan padatnya kurikulum untuk mengejar nilai di sekolah, seringkali membuat orang tua panik dan mengambil langkah instan dengan “les ini-itu”. Bangga rasanya jika rapot anak dihiasi angka 8,9 bahkan 10. Tapi bukankah sepatutnya kita berpikir ulang, apa sebenarnya filosofi dari belajar (dalam hal ini matematika)?
Sedikit cerita, inilah yang kami lakukan di rumah untuk belajar matematika. Saat ini Kak Liv berumur 5,5 tahun. Alhamdulillah, dia (sudah) tahu angka 0-9, 10-19, …, 30-39, selebihnya saya yakin InsyaAllah dengan sendirinya dia akan tahu. karena sebelumnya saya juga cuma mengenalkannya sampai angka 20 saja, dan selebihnya karena rasa ingin tahunya, “setelah 20 itu 21 ya ma?”, dan seterusnya hingga dia bilang “capek ah ma..”. 😀
Untuk pengenalan angka, selain pengenalan lambang, yang terpenting adalah pengenalan makna angka itu. Misalnya, 1 set kecil krayon berisi 12 warna, sebungkus biskuit berisi 4 biji biskuit, dan lain-lain.
Setelah itu, belajar menjumlah (silahkan baca disini). Dan sekarang belajar berlogika. Banyak sekali kejadian sehari-hari yang bisa dijadikan bahan belajar berlogika. Beberapa diantaranya:
* Belajar jam
Meski yang ditahu baru jam 1,2 tanpa tahu menitannya, Jam bisa digunakan sebagai media belajar. Sederhana saja, misalnya: Papa mau ngajak jalan-jalan jam 4 , sekarang masih jam 2, berapa jam lagi ya? Kira-kira harus mandi jam berapa?
** Belajar lewat cerita
Mendengarkan cerita dan bercerita adalah hobinya Liv . Lewat cerita, selain pesan moral, anak juga bisa belajar alur cerita, hukum sebab-akibat, yang tanpa disadari hal ini sudah membangun kerangka berpikir logisnya. Misalnya cerita “Kebaikan hati Jinky” karya Enid Blyton. Cerita-cerita Abunawas, dan masih banyak lagi.
*** Belajar sambil belanja
Ajakan mebuat donat misalnya, bisa dijadikan sarana belajar juga lho 🙂 Belanja bahan-bahan donat, berapa banyak yang harus di beli, apa saja yang harus dibeli.
***** Menghitung anggota keluarga
Anak mama ada berapa ya sekarang? yang tidur berapa? kalo papa ke Data Center tinggal berapa orang yang di rumah? kalo uti-kung maen ke rumah, dirumah ada berapa orang? Saudaranya papa ada berapa? Cucunya mbahbuk yang perempuan berapa? dan lain-lain.
***** Belajar sambil memasak
Saya termasuk ibu yang suka jika “dibantu” anak di dapur :D. Percayalah, selain adonan tumpah, irisan tidak rata, kotor dimana-mana, waktu memasak jadi lebih lama, ada banyak ilmu yang didapat disana. Salah satunya belajar berlogika dan berhitung. Misalnya: Kak Liv maunya sosis berapa? Dek Tangguh 2 nih. Berapa ya sosis yang haris di goreng? ada 5 tahu, masing-masing dipotong jadi dua ya.. Eh, jadi berapa sekarang? dan masih banyak lagi.
Dan masih banyak cara lain, sekreatifnya kita aja. Selamat berlogika!!
Discussion
No comments yet.